Minggu, 02 November 2008

essai: Memaknai Salam

Memaknai Salam Sebagai Upaya Wujudkan Kepedulian

Dari Abdullah bin Salam berkata: Ketika Rasulullah saw hendak datang di Madinah, manusia pada menunggu-nunggu dan saling memberi kabar: Rasulullah datang, Rasulullah datang. Aku datangi kerumunan manusia. Ketika aku pastikan bisa melihat wajah Rasulullah saw, maka aku yakin bahwa raut wajahnya bukan tipe wajah pembohong. Dan pertama kali yang beliau ucapkan adalah: “Sebarkanlah salam, berilah makan orang yang membutuhkan, sambunglah persaudaraan dan shalat malamlah ketika manusia pada tertidur. Maka anda akan masuk surga dengan selamat.” ( Tirmidzi, Jilid 9, Halaman. 25)

Adakah taujih yang lebih indah selain jaminan masuk surga dari lelaki yang digelari alamin? Jika pun ada, hal itu sungguh tidak akan mengurangi keindahan kata-kata rasulullah di atas. Ketika hal-hal biasa menjadi jalan untuk mendapatkan sesuatu yang luar biasa; surgaNya.

Sebarkanlah salam. Tentang hal ini, secara terpisah, Rasulullah pernah pula bersabda;

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian benar dalam keimanan kalian. Dan kalian tidak akan sampai meraih keimanan yang benar sampai kalian saling mencintai di antara kalian. Maukah Aku tunjukkan perkara yang apabila kalian laksanakan kalian akan saling mencintai? “Sebarkan salam di antara kalian.” (Shahih Muslim, Jilid I, Halaman 180)

Seberapa istimewanya salam, hingga surga pun dijanjikan oleh Rasulullah? Para ulama sepakat, bahwa kemuliaan “memberikan salam” terletak pada kekuatannya untuk membuka pintu kebaikan yang berikutnya. Ketika seseorang memberikan salam, orang tersebut (disadari atau tidak) telah membuka pintu kedamaian, keselamatan, kasih sayang, dan kepedulian. Ada cinta dan penghormatan di sana. Dan semuanya muncul secara spontan, tanpa harus memandang pada siapa salam itu diberikan. Bahkan, terhadap orang yang tidak kita kenal sekali pun.

Dalam surat An-Nisa, ayat 86, Allah berfirman;

”Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.”

Dan penghormatan yang dimaksud disini ialah mengucapkan assalamu’alaikum dengan tulus ikhlas.

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, salam menjadi awal bagi kebaikan-kebaikan yang lain. Salah satunya adalah kepedulian terhadap sesama. Setelah melewati Ramadan, bulan penuh berkah, selama sebulan penuh, seharusnya empati terhadap sesama akan jauh lebih kuat. Dan tuntunan syariat telah digariskan, bahwa pada akhir ramadan hingga sesaat sebelum pelaksanaan shalat hari raya idul fitri, masing-masing pribadi muslim diwajibkan membayar zakat untuk kemudian dibagikan kepada mereka yang berhak menerimanya. Kenapa? Karena kepedulian akan menjadi jauh lebih bermakna ketika dibarengi dengan kerja nyata.

Dan Allah s.w.t sangat membenci orang-orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap sesama. Dalam surat Al Maun, ayat 1-3, Allah berfirman;

”Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.”

Pada serakan hari, setelah melewati tarbiah bulan suci ramadan, kembali kita menata hati. Sebarkanlah salam dan wujudkan kepedulian, maka impian kita tentang negeri yang diberkahi Allah sebagai negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur, akan segera menjadi kenyataan. Insyaallah! (rinal sahputra)

Tidak ada komentar: